Karna Cinta Tersirat Bukan Tersurat.
Satu kalimat yang termuat dalam lirik lagunya Zigaz-Sahabat Jadi Cinta. Mendengar lagu ini semalam membuat saya sedikit tercenung. Padahal, saya cukup sering mendengarkan lagu ini. Tetapi, kenapa tercenungnya baru semalam? Entahlah. Hmm… Ya, cinta memang tersirat, dan tidak terlalu penting untuk di-surat-kan. Paling tidak, itu pendapat saya.
Tidak terlalu penting, juga bukan berarti tidak sama sekali. Karena saya sebagai seorang wanita (entah bagaimana wanita pada umumnya), juga tak berani menebak-nebak apa makna suratan dari sebuah siratan. Takut salah. Takut kecewa. Takut berharap lebih. Takut sakit hati. Karena itulah, jangan menyiratkan apa-apa yang berpotensi untuk kami salah suratkan (???). (request pribadi bagi para kaum laki-laki…he..he..)
Saya tidak tau kriteria apa yang menyebabkan bahwa yang tersurat itu adalah cinta. Apa bisa disebut cinta, jika seseorang menatap kita dengan tidak biasa? Apa bisa disebut cinta, jika seseorang meminta kita untuk membersamainya di setiap ada kesempatan? Apa disebut cinta, jika kita sangat bahagia ketika dibuat tertawa oleh seseorang? Apa disebut cinta, jika seseorang muncul dalam inbox kita, menyebutkan sifat-sifat kita, dan kemudian kalimat berikutnya adalah “aku suka itu”? Apa disebut cinta, ketika kita mulai merindukan yang dulu pernah ada? Apa disebut cinta, ketika kita mulai menyesal menyia-nyiakan perhatian, dan sekarang berharap semuanya kembali?
Sekali lagi, saya memang tak berani mendefinisikan bahwa yang tersirat itu cinta, tanpa suatu ungkapan yang tersurat. Tetapi, apa yang tersurat hanya dirasakan singkat, dan kebahagiaannya pun hanya sesingkat itu. Apa yang tersirat akan lebih bisa dikenang, lebih bisa memberi kebahagiaan, dan akan lebih berarti. Setidaknya itu menurut saya.
Saya lebih menyukai sebentuk perhatian, seringnya bercandaan dan obrolan singkat yang santai, juga kebersamaan. Dari pada sebuah kalimat “aku mencintaimu”. Meski terkadang, mengatakannya sekali-kali juga perlu…
Satu kalimat yang termuat dalam lirik lagunya Zigaz-Sahabat Jadi Cinta. Mendengar lagu ini semalam membuat saya sedikit tercenung. Padahal, saya cukup sering mendengarkan lagu ini. Tetapi, kenapa tercenungnya baru semalam? Entahlah. Hmm… Ya, cinta memang tersirat, dan tidak terlalu penting untuk di-surat-kan. Paling tidak, itu pendapat saya.
Tidak terlalu penting, juga bukan berarti tidak sama sekali. Karena saya sebagai seorang wanita (entah bagaimana wanita pada umumnya), juga tak berani menebak-nebak apa makna suratan dari sebuah siratan. Takut salah. Takut kecewa. Takut berharap lebih. Takut sakit hati. Karena itulah, jangan menyiratkan apa-apa yang berpotensi untuk kami salah suratkan (???). (request pribadi bagi para kaum laki-laki…he..he..)
Saya tidak tau kriteria apa yang menyebabkan bahwa yang tersurat itu adalah cinta. Apa bisa disebut cinta, jika seseorang menatap kita dengan tidak biasa? Apa bisa disebut cinta, jika seseorang meminta kita untuk membersamainya di setiap ada kesempatan? Apa disebut cinta, jika kita sangat bahagia ketika dibuat tertawa oleh seseorang? Apa disebut cinta, jika seseorang muncul dalam inbox kita, menyebutkan sifat-sifat kita, dan kemudian kalimat berikutnya adalah “aku suka itu”? Apa disebut cinta, ketika kita mulai merindukan yang dulu pernah ada? Apa disebut cinta, ketika kita mulai menyesal menyia-nyiakan perhatian, dan sekarang berharap semuanya kembali?
Sekali lagi, saya memang tak berani mendefinisikan bahwa yang tersirat itu cinta, tanpa suatu ungkapan yang tersurat. Tetapi, apa yang tersurat hanya dirasakan singkat, dan kebahagiaannya pun hanya sesingkat itu. Apa yang tersirat akan lebih bisa dikenang, lebih bisa memberi kebahagiaan, dan akan lebih berarti. Setidaknya itu menurut saya.
Saya lebih menyukai sebentuk perhatian, seringnya bercandaan dan obrolan singkat yang santai, juga kebersamaan. Dari pada sebuah kalimat “aku mencintaimu”. Meski terkadang, mengatakannya sekali-kali juga perlu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar