Yak… Tulisan hari ini adalah tentang pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada diri sendiri. Semua pertanyaannya diawali dengan masih ingatkah kau?? Untuk menguji ketajaman ingatan anda…eh salah… ingatan saya…
Masih ingatkah kau pada seorang anak kecil yang bersekolah di taman kanak-kanak. Anak kecil yang saking pemalunya tak berani untuk membeli jajan seperti teman-teman yang lain pada saat jam istirahat. Anak kecil yang selalu membawa bekal dari rumah. Bahkan untuk bermain ayunanpun ia harus mengumpulkan segenap keberanian.
Masih ingatkah kau pada seorang anak kecil yang baru akan menginjak kelas 1 SD, yang karena ulahnya ia terjatuh dari sebuah pagar dinding setengah yang mengelilingi teras, dan membentur tepi lantai yang berfungsi sebagai undakan. Ia meringis kesakitan bahkan menangis sejadi-jadinya sampai membuat kedua orang tuanya kebingungan. Tulang atas lengan kirinya retak dan ia harus di gips selama sebulan. Dan itu adalah sebulan pertama ia harus memasuki sekolah dasar.
Masih ingatkah kau pada seorang anak kelas 3 SD yang suka duduk di pelataran parkir sepeda sekolahnya. Ia bernyanyi bersama teman-teman sekolahnya disana. Atau yang suka duduk di teras ruang kepala sekolah yang dibatasi oleh pagar hanya karena tak mau keluar pagar sekolah untuk membeli makanan.
Masih ingatkah kau pada seorang anak kelas 6 SD yang menangis tersedu-sedu karena Try Out Ebtanasnya hanya peringkat 5 dikelasnya, padahal ia adalah pemegang peringkat pertama dikelasnya. Tetapi kemudian ia kembali ke posisinya pada saat Ebtanas tiba dan berhasil memasuki SMP yang dianggap difavoritkan di kotanya.
Masih ingatkah kau pada seorang anak berseragam SMP yang sebenarnya tak punya terlalu banyak teman. Ia pendiam, cenderung kuper, dan tak terlalu mengerti mode seperti teman-temannya. Tetapi, dari teman yang sedikit itu, ia justru sangat bahagia. Banyak melewati saat-saat sederhana yang membahagiakan dan tak terlupakan. Kebahagiaan dalam kesederhanaan.
Masih ingatkah kau pada seorang gadis yang masa SMAnya tak jauh berbeda dengan masa SMPnya. Karena sekolahnyapun seperti sekolah pindah. Teman SMA tak begitu banyak berbeda dengan teman SMPnya. Hanya mungkin bedanya, ia sedikit lebih banyak berbicara, lebih berani bergaul, meskipun ia masih saja tidak mengerti mode dan tak bisa berdandan.
Masih ingatkah kau, pada seorang gadis yang sekitar 2,5 tahun lalu masih berjibaku dengan SPMB, USM STAN, dan STIS. Kau tahu pada akhirnya ia memilih STAN setelah diterima di UNS dan menumpang ospek disana selama 2 minggu. Dan sampai sekarang ia masih merindukan kampus itu dan juga kota jogja yang menjadi saksi singkat perjuangan kecilnya.
Yah… gadis dan anak kecil itu adalah orang yang sama. Dan mau tak mau ia sekarang harus menghadapi kenyataan sebagai mahasiswa semester akhir yang sebentar lagi harus menyusun otline, melaksanakan PKL, menyusun laporan PKL, melalui ujian komprehensif, dan kemudian lulus dari kampusnya, lalu…. bekerja. Gadis itu adalah aku. Aku yang sedang mengenang seragam SD, SMP, SMA, dan masa-masa perjuangan lulus SMA dulu.
Rasanya baru kemarin, aku menjadi anak kecil, tetapi sekarang aku sudah mau menginjak 21 tahun.
Rasanya baru kemarin aku harus berjinjit-jinjit, melompat atau bahkan mengambil kursi yang kujadikan pijakan untuk mengambil sesuatu ditempat yang sedikit lebih tinggi, tetapi sekarang tinggiku sudah 165 cm.
Rasanya baru kemarin aku bermain rumah-rumahan, masak-masakan, dan permainan anak kecil lainnya, tetapi sekarang begitu menyebalkannya menuntutku harus berpikir dewasa.
Rasanya baru kemarin, aku melihat ayah dan ibuku menangis karena mengantarku pergi jauh dari mereka dalam waktu yang lama untuk pertama kalinya (aku baru pertama kali itu melihat ayah menangis, dan itu karena aku!!!) dan sekarang aku sudah akan menyelesaikan kuliahku.
Rasanya baru kemarin… dan rasanya begitu cepat… Rasanya benci untuk mengatakan tetapi inilah kenyataan… Aku memang bukan anak kecil lagi…
Masih ingatkah kau pada seorang anak kecil yang bersekolah di taman kanak-kanak. Anak kecil yang saking pemalunya tak berani untuk membeli jajan seperti teman-teman yang lain pada saat jam istirahat. Anak kecil yang selalu membawa bekal dari rumah. Bahkan untuk bermain ayunanpun ia harus mengumpulkan segenap keberanian.
Masih ingatkah kau pada seorang anak kecil yang baru akan menginjak kelas 1 SD, yang karena ulahnya ia terjatuh dari sebuah pagar dinding setengah yang mengelilingi teras, dan membentur tepi lantai yang berfungsi sebagai undakan. Ia meringis kesakitan bahkan menangis sejadi-jadinya sampai membuat kedua orang tuanya kebingungan. Tulang atas lengan kirinya retak dan ia harus di gips selama sebulan. Dan itu adalah sebulan pertama ia harus memasuki sekolah dasar.
Masih ingatkah kau pada seorang anak kelas 3 SD yang suka duduk di pelataran parkir sepeda sekolahnya. Ia bernyanyi bersama teman-teman sekolahnya disana. Atau yang suka duduk di teras ruang kepala sekolah yang dibatasi oleh pagar hanya karena tak mau keluar pagar sekolah untuk membeli makanan.
Masih ingatkah kau pada seorang anak kelas 6 SD yang menangis tersedu-sedu karena Try Out Ebtanasnya hanya peringkat 5 dikelasnya, padahal ia adalah pemegang peringkat pertama dikelasnya. Tetapi kemudian ia kembali ke posisinya pada saat Ebtanas tiba dan berhasil memasuki SMP yang dianggap difavoritkan di kotanya.
Masih ingatkah kau pada seorang anak berseragam SMP yang sebenarnya tak punya terlalu banyak teman. Ia pendiam, cenderung kuper, dan tak terlalu mengerti mode seperti teman-temannya. Tetapi, dari teman yang sedikit itu, ia justru sangat bahagia. Banyak melewati saat-saat sederhana yang membahagiakan dan tak terlupakan. Kebahagiaan dalam kesederhanaan.
Masih ingatkah kau pada seorang gadis yang masa SMAnya tak jauh berbeda dengan masa SMPnya. Karena sekolahnyapun seperti sekolah pindah. Teman SMA tak begitu banyak berbeda dengan teman SMPnya. Hanya mungkin bedanya, ia sedikit lebih banyak berbicara, lebih berani bergaul, meskipun ia masih saja tidak mengerti mode dan tak bisa berdandan.
Masih ingatkah kau, pada seorang gadis yang sekitar 2,5 tahun lalu masih berjibaku dengan SPMB, USM STAN, dan STIS. Kau tahu pada akhirnya ia memilih STAN setelah diterima di UNS dan menumpang ospek disana selama 2 minggu. Dan sampai sekarang ia masih merindukan kampus itu dan juga kota jogja yang menjadi saksi singkat perjuangan kecilnya.
Yah… gadis dan anak kecil itu adalah orang yang sama. Dan mau tak mau ia sekarang harus menghadapi kenyataan sebagai mahasiswa semester akhir yang sebentar lagi harus menyusun otline, melaksanakan PKL, menyusun laporan PKL, melalui ujian komprehensif, dan kemudian lulus dari kampusnya, lalu…. bekerja. Gadis itu adalah aku. Aku yang sedang mengenang seragam SD, SMP, SMA, dan masa-masa perjuangan lulus SMA dulu.
Rasanya baru kemarin, aku menjadi anak kecil, tetapi sekarang aku sudah mau menginjak 21 tahun.
Rasanya baru kemarin aku harus berjinjit-jinjit, melompat atau bahkan mengambil kursi yang kujadikan pijakan untuk mengambil sesuatu ditempat yang sedikit lebih tinggi, tetapi sekarang tinggiku sudah 165 cm.
Rasanya baru kemarin aku bermain rumah-rumahan, masak-masakan, dan permainan anak kecil lainnya, tetapi sekarang begitu menyebalkannya menuntutku harus berpikir dewasa.
Rasanya baru kemarin, aku melihat ayah dan ibuku menangis karena mengantarku pergi jauh dari mereka dalam waktu yang lama untuk pertama kalinya (aku baru pertama kali itu melihat ayah menangis, dan itu karena aku!!!) dan sekarang aku sudah akan menyelesaikan kuliahku.
Rasanya baru kemarin… dan rasanya begitu cepat… Rasanya benci untuk mengatakan tetapi inilah kenyataan… Aku memang bukan anak kecil lagi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar