Sabtu, 29 Mei 2010

Karena Cinta Tersirat Bukan Tersurat

Karna Cinta Tersirat Bukan Tersurat.

Satu kalimat yang termuat dalam lirik lagunya Zigaz-Sahabat Jadi Cinta. Mendengar lagu ini semalam membuat saya sedikit tercenung. Padahal, saya cukup sering mendengarkan lagu ini. Tetapi, kenapa tercenungnya baru semalam? Entahlah. Hmm… Ya, cinta memang tersirat, dan tidak terlalu penting untuk di-surat-kan. Paling tidak, itu pendapat saya.

Tidak terlalu penting, juga bukan berarti tidak sama sekali. Karena saya sebagai seorang wanita (entah bagaimana wanita pada umumnya), juga tak berani menebak-nebak apa makna suratan dari sebuah siratan. Takut salah. Takut kecewa. Takut berharap lebih. Takut sakit hati. Karena itulah, jangan menyiratkan apa-apa yang berpotensi untuk kami salah suratkan (???). (request pribadi bagi para kaum laki-laki…he..he..)

Saya tidak tau kriteria apa yang menyebabkan bahwa yang tersurat itu adalah cinta. Apa bisa disebut cinta, jika seseorang menatap kita dengan tidak biasa? Apa bisa disebut cinta, jika seseorang meminta kita untuk membersamainya di setiap ada kesempatan? Apa disebut cinta, jika kita sangat bahagia ketika dibuat tertawa oleh seseorang? Apa disebut cinta, jika seseorang muncul dalam inbox kita, menyebutkan sifat-sifat kita, dan kemudian kalimat berikutnya adalah “aku suka itu”? Apa disebut cinta, ketika kita mulai merindukan yang dulu pernah ada? Apa disebut cinta, ketika kita mulai menyesal menyia-nyiakan perhatian, dan sekarang berharap semuanya kembali?

Sekali lagi, saya memang tak berani mendefinisikan bahwa yang tersirat itu cinta, tanpa suatu ungkapan yang tersurat. Tetapi, apa yang tersurat hanya dirasakan singkat, dan kebahagiaannya pun hanya sesingkat itu. Apa yang tersirat akan lebih bisa dikenang, lebih bisa memberi kebahagiaan, dan akan lebih berarti. Setidaknya itu menurut saya.

Saya lebih menyukai sebentuk perhatian, seringnya bercandaan dan obrolan singkat yang santai, juga kebersamaan. Dari pada sebuah kalimat “aku mencintaimu”. Meski terkadang, mengatakannya sekali-kali juga perlu…

The Power Of "Kepepet"

The power of “kepepet”.

Hm… pertama kali mendengar kata-kata ini lucu juga. Saya pertama kali mendengarnya dari temen sekelas ketika membicarakan tentang outline laporan PKL. Ada yang mengeluh tentang susahnya sebuah bidang/tema. Lalu teman saya yang satu itu pun menjawab “kalau ada the power of ‘kepepet’, ntar juga bisa.

Bener juga sih. Meskipun selama ini tidak mengistilahkan seperti itu, tapi inilah yang menjadi prinsip saya dalam mengerjakan sesuatu. Saya adalah seorang “deadliner”, dan bukan tipe orang yang mengerjakan sesuatu dengan cara mencicil. Karena detik-detik menjelang deadline itulah, inspirasi sedang lancar-lancarnya datang. He..he… Sebenarnya ini sifat buruk, jadi tolong jangan ditiru ya…

Dan kali ini pun saya membuktikan the power of “kepepet” itu lagi. Baru dapet jarkom tadi malam, bahwa hari ini ada kumpul kelompok dosbing dan diharapkan menyerahkan 2 judul laporan. Memang bukan sebuah hal yang penting sih, cuman baru ngumpul bareng temen-temen ini. Tetapi untuk sebuah judul, jujur saja belum terpikirkan, masih sebatas hanya bayangan.

Tadi malam sungguh malas rasanya untuk menyalakan laptop, membaca kembali contoh laporan, mereka-reka judul, atau mencari inspirasi baru. Tetapi subuh tadi, seakan-akan mendapat sebuah kekuatan yang luar biasa. Dengan membaca referensi-referensi baru dan mereka-rekanya saya menemukan 2 judul dalam waktu yang cukup singkat.
Ketika dalam keadaan terdesak seseorang akan berpikir lebih keras dan kreatif. Ternyata… the power of “kepepet” ini masih bisa diandalkan…he..he…

And now... It's Everything about Love

And now… It’s everything about love. Love between the parents and their son/daughter. Love between the sisters or brothers. Love between a friend to another. And I just want to write about Love between us, you and me…

Libur hari ini membuat saya sedikit… lebih tepatnya sangat… kecewa. Maybe, now you’re sitting there, behind the mirror, as usual you do every Wednesday. And I usually can see u from my classroom. But, today is really unusual. And I really hate my unusual holiday.

Dasar orang aneh. Siapakah yang lebih aneh diantara kita berdua? To like (is it just like or love?) you like this, aku butuh waktu yang sangat lama. Kenapa nggak dari dulu. Paling nggak, dari pertama kali kita kenal. Aku tau kamu sejak 5 taon yang lalu. Oke, waktu itu aku tau namamu doank, dan kita tetanggaan kelas pas SMA. That’s it. 1 tahun berlalu masa kuliahku dengan lumayan damai. Menginjak tahun kedua, aku tahu kau menyusul kesini, dan jadi adik tingkatku. Dan tak lama setelah itu kita kenal.

Cara kenalan yang juga aneh. Jelas-jelas kau dan aku ada disitu. Kenapa kau masih bertanya pada temanku? Parahnya lagi, nanyanya di depanku dan kedengeran aku pula. Dung…dung… dung… I don’t know what to do. But, that day, I still didn’t have any special feeling at all, until a year later…

Aku benci kau saat memandangku dengan cara yang sedikit aneh, saat tanganmu berpura-pura berniat merangkulku, saat kau memintaku untuk bersedia kau bonceng dengan alasan gak bisa bawa buku sebanyak itu sendirian (dan aku memang tetap tak mau)…

Aku benci kau, saat membantuku pada persiapan suatu acara, saat jemari kita nyaris saja bersentuhan, saat duduk berdampingan di meja registrasi, saat tangan kita kembali hampir bersentuhan untuk menahan spidol yang hampir jatuh…

Aku benci kau, saat kau meminta maaf padaku via sms malam itu. Jujur aku memang merasa sedikit aneh dengan perlakuanmu, tapi aku benar-benar masih biasa saja. Tetapi, setelah meminta maaf, justru kau memunculkan kata-kata aneh dalam inbokku yang membuatku tak bisa tidur sampai pagi…

Aku masih membencimu, meski kali ini dengan tersenyum, saat kata-kata aneh kembali meluncur dari mulutmu di malam ulang tahunku. Bukan. Sama sekali bukan tentang ulang tahunku. Bahkan kau tak tahu kalau malam itu malam ulang tahunku…

Aku masih membencimu, ketika aku tak membalas smsmu pada hari itu. Saat aku menerimanya, kulempar handphone lalu kututup mukaku dengan bantal. Dan tidur kemudian…
Dan, entah kapan awalnya, aku mulai merindukannya…

Aku merindukan saat-saat yang kubenci itu, yang juga membuatku tertawa.

Aku merindukan saat-saat tak terduga ketika namamu tiba-tiba muncul dalam inbokku. Jika itu terjadi sekarang, aku pasti akan membalasnya.

Aku merindukan duduk disampingmu, berjalan sejajar denganmu, juga kata-kata aneh yang keluar dari mulutmu.

Aku merindukan smsmu yang kuhapus dari inbokku dengan sangat emosional.

Aku merindukan semuanya sekarang. Benar-benar orang yang aneh…

Aku merindukan semua yang seakan sudah menghilang, paling nggak sudah sangat jarang terjadi. Entah karena dulu kau memang sedang bercanda lalu aku menganggapnya terlalu istimewa, atau memang karena kau jenuh karena aku terkesan tak terlalu menanggapi. Entahlah. Aku bosan untuk menebak-nebak apa jawabannya.

Cara yang paling mudah untuk membuat seseorang menyukaimu adalah dengan membuatnya tertawa. Itulah yang kau perbuat padaku. Itulah kesalahan terbesarmu yang kau perbuat kepadaku…

Hubungan Nasi Dengan Bubur

Nasi sudah menjadi bubur.

Apakah hubungan nasi dengan bubur? Tentu saja hubungan nasi dengan bubur adalah bubur berasal dari nasi. Eh, nggak juga ya… Bubur itu berasal dari beras dan bukan dari nasi. Itu juga kalo bubur beras, kalo bubur kacang ijo ya isinya adalah kacang ijo, kalo bubur ayam ya bubur yang ada ayamnya (???). Gara-gara nulis hubungan dunia dengan daun kelor kemarin, aku jadi suka menghubung-hubungkan sesuatu. Baiklah, karena orang-orang sudah familiar dengan kalimat “nasi sudah menjadi bubur”, mari kita bahas kalimat itu saja. (Apanya yang mau dibahas coba??).

Ketika nasi sudah menjadi bubur, ya nggak akan pernah balik jadi nasi lagi. Karena itu, sebelum menjadikannya bubur, berpikirlah ulang, ini enaknya mau dibikin nasi atau mau dibikin bubur. Ya tergantung selera sih, yang suka nasi ya nasi, yang suka bubur ya bubur (???). Makanya kalo masak, ati-ati airnya jangan kebanyakan, ntar niatnya mau bikin nasi malah jadi bubur lagi. Ok – ok, ehm…

Ketika nasi sudah menjadi bubur, karena airnya kebanyakan, mungkin kita akan menyesal. Tapi, ya nggak usah nyesel kelamaan lah, kan masih bisa ditambahin ayam, ditambahin kecap, ditambahin kerupuk, dan pernak-pernik lainnya, sehingga menjadi bubur ayam. Banyak juga orang yang suka bubur ayam kan. Apalagi buat sarapan pagi.

Nah, itulah salah satu contoh bahwa sebuah penyesalan, akan berbuah manis jika kita kreatif dan mampu mensiasatinya (walah… kalimat apa lagi ini???). Nasi memang sudah menjadi bubur. Dan ketika sudah menjadi bubur, nggak akan pernah bisa balik jadi nasi Tapi, kalo jadi bubur ayam yang enak apa salahnya, ya kan?

Kalo udah jadi bubur ayam ternyata masih nggak suka juga, ya masaklah nasi lagi. Kali ini masaknya yang ati-ati. Tadi kan udah tau klo airnya segitu kebanyakan. Nah, airnya dikurangin, jangan segitu lagi. Intinya, belajarlah dari kesalahan. Dan jangan melakukan kesalahan yang sama, sebisa mungkin. Bukankah pengalaman adalah guru yang paling baik???
Maaf ya, karena kali ini saya sok bijak… hahaha…

Hubungan Dunia dengan Daun Kelor

Dunia memang tak selebar daun kelor. Kenapa saya mengawali tulisan saya malam hari ini dengan kalimat seperti itu?? Yah, dunia memang tak selebar daun kelor. Tapi dunia lebih lebar dari daun kelor. Lalu, begitu pentingnyakah menghubung-hubungkan dunia dengan daun kelor???

Kalau saja dunia memang tak selebar daun kelor, pasti aku tak perlu ngekos untuk kuliah. Lumayan tuh, bisa hemat 3 juta-an pertahun. Tak perlu mengalami siksaan-siksaan anak kos (lebay mode=on). Gak perlu merasa kelaparan karena males beli makanan. Gak perlu ngitung pengeluaran tiap bulan. Gak perlu ngerasa kangen sama orang tua (hiks…ini yang paling menyiksa)…

Kalau saja dunia tak selebar daun kelor, pasti aku akan bertemu denganmu setiap hari, setiap waktu. Tak perlu lagi dipisahkan oleh jarak yang hanya beberapa ratus meter ini setiap hari. Tak perlu lagi dipisahkan oleh dinding kaca setiap rabu pagi. Tak perlu lagi mencari-cari bayanganmu untuk sekedar mengobati kerinduanku. Tak perlu lagi merindukan senyummu yang sebenarnya tak terlalu manis itu. (huh…mulai lagi deh ni…)

Dan akhirnya saya pun mencoba untuk kembali ke dunia ini dan mencoba untuk realistis…
Kalau saja dunia tak selebar daun kelor, YA GAK AKAN MUAT LAH!!! Hahahaha… Emangnya mau ditaroh dimana 5 milyar manusia ini (eh, sekarang berapa milyar sih???). Mo ditumpuk-tumpuk diselipin selai kaya pancake? (Saya becanda, jangan dilemparin sepatu ya???)…
Kalau saja dunia tak selebar daun kelor, ya mungkin gak bakalan ada gedung-gedung kuliah, gedung-gedung bioskop, mall-mall, apalagi lapangan bola, lapangan bulutangkis, lapangan golf, dan juga laut (makin stress aja ni yang nulis)…

Kalau saja dunia tak selebar daun kelor, dan setiap hari aku bisa bertemu denganmu, mungkin tak ada lagi rindu yang membuncah menjadi bahagia yang teramat sangat seperti saat sesekali kita bisa bertemu seperti ini. Tak ada lagi romantisme yang diciptakan oleh dinding kaca C106 setiap rabu pagi. Tak ada lagi perasaan salah tingkahku ketika kau memanggilku dan mensejajari langkahku. Tak ada lagi pesan singkat yang membuatku tak bisa tidur sampai pagi… Dan mungkin, aku tak bisa lagi menutupi muka merah-unguku yang sedikit lucu ini(aku bilang cuma sedikit…jangan protes!!!) ketika tersenyum-senyum mengingatmu…

Dan akhirnya, dunia memang tak selebar daun kelor… Dunia memang lebih lebar dari itu. Agar kita bisa menikmati laut. Menikmati pertandingan sepak bola. Menikmati sejuknya padang hijau. Menikmati kerlip bintang yang jarang. Juga menikmati kerinduan…
Tetapi, masih timbul satu pertanyaan yang sangat mengganjal di benak saya.

EMANGNYA DAUN KELOR ITU SEGEDE APA SIH?????!!!!
(ngumpet ah…takut dilempar)

Semua Karena Hujan

Jika saja hari ini berjalan sesuai rencanaku, seharusnya saat ini aku tidak menulis. Seharusnya saat ini aku menuntut ilmu. Tetapi, hujan telah membuatku bimbang. Dan kembimbanganku antara “ya” dan “tidak”, lebih sering berakhir dengan “tidak” seperti hari ini.

Pada dasarnya, aku suka hujan, dan sama sekali tidak membencinya. Aku suka hujan yang tidak terlalu deras dan tenang. Dan jenis hujan yang paling kusuka adalah gerimis. Menurutku, gerimis merincis lebih manis dan membuat suasana romantis. Jika saja boleh ada tambahan bintang, maka mungkin akan ada fenomena alam dengan nama gerimis berbintang. Ah, lagi-lagi khayalan…

Kalau dirumah aku sering menatap ke jendela saat hujan tiba. Kalau di kos yang tidak berjendela kamar seperti ini, aku hanya bisa merasakan bau dan suaranya, sambil memeluk bantal dan mengkhayal.

Aku tak punya kenangan istimewa soal gerimis. Aku hanya suka ketika titik-titiknya jatuh satu persatu diwajahku saat aku mendongakkan kepala sambil memejamkan mata. Dihamparan sawah hijau, beratapkan langit yang sudah memutih, dan… sendiri…

Yah, tapi malam ini hujan membuat rencanaku kacau. Mungkin memang tak seharusnya aku menyalahkan hujan. Hujan mungkin memang sedang dibutuhkan sekarang. Mungkin memang niatku tak sungguh, mungkin tekadku terlalu lemah, dan mungkin-mungkin yang lain yang menggagalkan rencanaku.

Hujan, maafkan aku yang sedikit menyalahkanmu. Jangan tak datang lagi. Dan sebelum engkau datang, selalu bawalah serta gerimis itu. Izinkanlah ia tinggal sedikit lebih lama. Karena untukku titik-titik airnya mempesona…

C106 ang Mr. SAY

Hm… Selamat malam…

Bagus!!! Lengkaplah sudah penderitaanku malam ini!!! Insomnia dengan keadaan pulsa habis dan tivi dikuasai orang. Belom iklan udah diganti… Huhuhuhuh… Nyebelin!!! Untung aja masih ada kamu... Laptopku yang tidak pernah selingkuh… Eh iya, kamu belom punya nama ya… Baiklah, dari pada marah-marah, lebih baik malem ini pikirin nama buat kamu aja… Masa ku kasih nama C106?... Haduh, mikirin nama kamu aja aku pusing yah. Baiklah, mari kita mulai mengutak-atik. Hm…hm… Mr. SAY?? Ah… aneh. Sudahlah, kubiarkan saja engkau tak bernama sampai aku menemukannya. Entah kapan… Haha..

Why C106? And why Mr. Say? Panjang ceritanya sodara-sodara sekalian… C106 adalah ruang kuliah paling bersejarah untukku. 3 minggu belakangan aku kuliah, aku selalu mendapatkan keberuntungan. That always be my great Wednesday…

Desain ruang ini adalah berdinding kaca di dua sisi, dan dua sisi lainnya berdinding batu bata. Dua dinding kaca inilah yang sangat baik hati. Karena keberadaannya, belakangan ini, aku bisa melihatnya paling tidak seminggu sekali, every Wednesday…

Aku melihatnya. Dan kami hanya terpisah oleh kaca. Meskipun ia duduk membelakangi pandanganku, tetapi terkadang aku bisa jelas memandangnya ketika ia tersenyum, ketika ia menoleh, ketika ia bersandar sambil bermain hp, ketika dia konsentrasi memandangi laptop, bahkan pernah ketika ia membetulkan sepatu… Ah… sedang apa kau sekarang… Rasanya sulit untuk mengharapkanmu juga memikirkanku sekarang. Tidak. Aku bahkan tak berani sekalipun berharap tentang itu.

Yang pasti, terima kasih atas kenangan singkat yang menyenangkan. Andai saja bukan sebuah kenangan dan masih bisa kulanjutkan. Kita lanjutkan. Tetapi sekarang, lebih baik ku kubur saja, siapa tau suatu saat nanti kau mau menggalinya. Dan siapa tau pada saat itu, mungkin kita bisa bersatu. Siapa tau… siapa tau…

For all happiness you bring to my world…
For the sweetest smile and laugh…
For all the time you stay beside me…
For all the word you talk to me…
For all the message you send to me…
For all the simple romantic place… purple face…
it will be very nice…
Just a lot of thanks… you bring all of them to my simple world

Saya tau grammarnya kacau… Maaf ya, sok-sokan ng-inggris malem ini…

Aku Memang Bukan Anak Kecil Lagi

Yak… Tulisan hari ini adalah tentang pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada diri sendiri. Semua pertanyaannya diawali dengan masih ingatkah kau?? Untuk menguji ketajaman ingatan anda…eh salah… ingatan saya…

Masih ingatkah kau pada seorang anak kecil yang bersekolah di taman kanak-kanak. Anak kecil yang saking pemalunya tak berani untuk membeli jajan seperti teman-teman yang lain pada saat jam istirahat. Anak kecil yang selalu membawa bekal dari rumah. Bahkan untuk bermain ayunanpun ia harus mengumpulkan segenap keberanian.

Masih ingatkah kau pada seorang anak kecil yang baru akan menginjak kelas 1 SD, yang karena ulahnya ia terjatuh dari sebuah pagar dinding setengah yang mengelilingi teras, dan membentur tepi lantai yang berfungsi sebagai undakan. Ia meringis kesakitan bahkan menangis sejadi-jadinya sampai membuat kedua orang tuanya kebingungan. Tulang atas lengan kirinya retak dan ia harus di gips selama sebulan. Dan itu adalah sebulan pertama ia harus memasuki sekolah dasar.

Masih ingatkah kau pada seorang anak kelas 3 SD yang suka duduk di pelataran parkir sepeda sekolahnya. Ia bernyanyi bersama teman-teman sekolahnya disana. Atau yang suka duduk di teras ruang kepala sekolah yang dibatasi oleh pagar hanya karena tak mau keluar pagar sekolah untuk membeli makanan.

Masih ingatkah kau pada seorang anak kelas 6 SD yang menangis tersedu-sedu karena Try Out Ebtanasnya hanya peringkat 5 dikelasnya, padahal ia adalah pemegang peringkat pertama dikelasnya. Tetapi kemudian ia kembali ke posisinya pada saat Ebtanas tiba dan berhasil memasuki SMP yang dianggap difavoritkan di kotanya.

Masih ingatkah kau pada seorang anak berseragam SMP yang sebenarnya tak punya terlalu banyak teman. Ia pendiam, cenderung kuper, dan tak terlalu mengerti mode seperti teman-temannya. Tetapi, dari teman yang sedikit itu, ia justru sangat bahagia. Banyak melewati saat-saat sederhana yang membahagiakan dan tak terlupakan. Kebahagiaan dalam kesederhanaan.

Masih ingatkah kau pada seorang gadis yang masa SMAnya tak jauh berbeda dengan masa SMPnya. Karena sekolahnyapun seperti sekolah pindah. Teman SMA tak begitu banyak berbeda dengan teman SMPnya. Hanya mungkin bedanya, ia sedikit lebih banyak berbicara, lebih berani bergaul, meskipun ia masih saja tidak mengerti mode dan tak bisa berdandan.

Masih ingatkah kau, pada seorang gadis yang sekitar 2,5 tahun lalu masih berjibaku dengan SPMB, USM STAN, dan STIS. Kau tahu pada akhirnya ia memilih STAN setelah diterima di UNS dan menumpang ospek disana selama 2 minggu. Dan sampai sekarang ia masih merindukan kampus itu dan juga kota jogja yang menjadi saksi singkat perjuangan kecilnya.

Yah… gadis dan anak kecil itu adalah orang yang sama. Dan mau tak mau ia sekarang harus menghadapi kenyataan sebagai mahasiswa semester akhir yang sebentar lagi harus menyusun otline, melaksanakan PKL, menyusun laporan PKL, melalui ujian komprehensif, dan kemudian lulus dari kampusnya, lalu…. bekerja. Gadis itu adalah aku. Aku yang sedang mengenang seragam SD, SMP, SMA, dan masa-masa perjuangan lulus SMA dulu.

Rasanya baru kemarin, aku menjadi anak kecil, tetapi sekarang aku sudah mau menginjak 21 tahun.

Rasanya baru kemarin aku harus berjinjit-jinjit, melompat atau bahkan mengambil kursi yang kujadikan pijakan untuk mengambil sesuatu ditempat yang sedikit lebih tinggi, tetapi sekarang tinggiku sudah 165 cm.

Rasanya baru kemarin aku bermain rumah-rumahan, masak-masakan, dan permainan anak kecil lainnya, tetapi sekarang begitu menyebalkannya menuntutku harus berpikir dewasa.

Rasanya baru kemarin, aku melihat ayah dan ibuku menangis karena mengantarku pergi jauh dari mereka dalam waktu yang lama untuk pertama kalinya (aku baru pertama kali itu melihat ayah menangis, dan itu karena aku!!!) dan sekarang aku sudah akan menyelesaikan kuliahku.

Rasanya baru kemarin… dan rasanya begitu cepat… Rasanya benci untuk mengatakan tetapi inilah kenyataan… Aku memang bukan anak kecil lagi…

Solo... Jogja... Aku Rindu Serindu-rindunya...

Malem ini ada yang pamer kalo besok mau pergi ke jogja. Yes, my lovely mom n sisters. Ya sudahlah, meskipun aku ngiri setengah mati, tapi, semoga liburan kalian menyenangkan. Salam buat malioboro dan segudang keramahan kota jogja lainnya yang sangat kurindukan.

Solo-jogja kota yang sangat lumayan bersejarah juga buatku. Memang hanya sebentar disinggahi, tapi aku selalu ingin kembali. Menemui jalan-jalan malam yang tak pernah sepi dari mahasiswa, karena aku pernah hidup di lingkungan kampus Solo selama 2 minggu. Menemui keramahan jalanan jogja beserta makanan murah meriahnya. Rindu untuk mengelilinginya memakai motor. Yes, my lovely solo-jogja.

Hmm… InsyaAllah bulan depan ke Solo buat PKL selama kurang lebih sebulan. Sebenernya aku juga merencanakan ke jogja di Sabtu ato minggunya paling nggak satu hari aja. Aku sangat merindukan malioboro. Aku juga sangat merindukan laut.

Pengen ke UNS. Entah mengunjungi teman lama atau hanya bisa mengunjungi kampus lama karena mungkin mereka semua malah sedang liburan. Aku sangat merindukan FISIP meski hanya disana pada saat ospek fakultas dan ospek jurusan selama kurang lebih 2 minggu. Aku juga sangat merindukan nasi goreng ayam belakang kampus yang dulu kubeli bersama temanku seharga empat ribu rupiah. Atau juga sangat merindukan nasi kucing beserta es jeruk yang dulu hanya dua ribu lima ratus perak. Atau juga merindukan steak yang kubeli bersama temanku untuk merayakan selesainya SPMB, bagaimanapun hasilnya. Hmm… kenapa yang dirindukan cuma makanan yah…

Pengen mengunjungi Solo Square. Dulu belum sempat karena terburu-buru pulang agar bisa bersama teman-teman mencari surat-surat yang dibutuhkan untuk masuk STAN.

Pengen mengunjungi food fest tiap sabtu minggu. Inilah wisata kuliner yang dibilang temenku tak sempat kucicipi dulu.

Rindu akan jalan-jalan kampus UNS. Entah sekarang bentuknya seperti apa, mungkin sudah berubah disana-sini…

Rindu akan halte bus dimana aku sering duduk entah sendiri maupun berdua, bertiga untuk menunggu…

Rindu akan teman-temanku yang apakah entah masih mengingat aku, atau bahkan apakah aku masih ingat dan mengenali wajah mereka…

Rindu duduk di dekat jendela bus dan menatap keluar, kadang terlihat hamparan sawah dan hutan dan terkadang pula padat bangunan…

Rindu sinar jingga mentari pagi yang mengiriku berangkat, dan mentari senja yang mengiriku pulang…

Rindu Jogja. Rindu Solo. Rindu serindu-rindunya…

Berpikir Sambil Bermimpi

Sudah setengah jam lebih mengutak-atikmu. Dari tadi aku hanya membuka dan meng-close Ms. Word berkali-kali tanpa menuliskan apa-apa. Tak ada ide yang melintas. Apa mungkin karena aku sedang kesal. Pikiranku sedang sangat kacau. Terlalu banyak jadwal kosong di tengah-tengah, sementara tidak memungkinkan untuk pulang ke rumah. Ditambah lagi kemungkinan bahwa aku harus ikut melakukan sesuatu yang sama sekali tidak aku sukai. Apa aku terdengar cukup menyedihkan sekarang???

Ingin sekali mengisi waktu dengan jalan-jalan, pergi membeli sesuatu yang sudah lama kurencanakan, atau apa saja. Tetapi, tetap saja semua butuh uang. Dan aku ingin tetap mengusahakan agar saving-ku tetap sama seperti bulan-bulan sebelumnya. Tidak boleh berkurang. Tetapi, menjalani hari tanpa ada yang bisa kukerjakan atau mengerjakan sesuatu yang sama setiap harinya sangatlah membosankan.

Cukup dilematis. Setidaknya untukku. Kalau dianggap membesar-besarkan masalah juga terserah. Aku tak keberatan. Inilah aku. Seorang melankolis-plegmatis. Yang katanya memikirkan sesuatu dari sisi seriusnya. Tidak seperti tipe sanguinis yang katanya selalu ceria dan tidak seserius seorang melankolis. Ah… sudahlah. Membicarakan tipe-tipe temperament versi hypocrates ini juga membuatku sakit hati.

Dan entah kenapa tiba-tiba perutku terasa perih. Perih tanda lapar, bukan tanda sakit. Sepertinya ia ikut bekerja keras mencerna makanan untuk menghasilkan energy yang sangat besar yang sekarang dibutuhkan oleh otakku.

Mari mulai berpikir akan mengerjakan apa esok hari. Tiba-tiba kuliah diliburkan. Aku sedang bosan membaca apapun. Entah novel, komik, buku motivasi, apapun itu. Aku sedang tak punya stok film untuk ditonton. Aku sedang sangat tak ingin mengeluarkan uang untuk jalan-jalan. Aku bahkan tak punya ide untuk menulis. Aku belum mempunyai minat untuk memikirkan sebuah outline. Dan wifi kampus juga sedang mati.

Hmmm… Marilah kupikirkan sambil bermimpi…

Korea... Saranghae

Sepertinya saya sedang semangat-semangatnya menulis. Hihi… Mengetik lebih tepatnya. Suasana hati lagi seneng kali yah… Oh iya, hari ini baru saja mantengin tipi dari dzuhur sampe maghrib buat dukung Korea di final uber cup. Eits… jangan buru-buru nuduh saya nggak cinta Indonesia yah… Kan yang main Korea lawan China, ya udah deh tentu saja pilihan saya jatuh ke Korea. Mau tahu alasannya? Karena china udah keseringan menang. Nggak seru kalo dari suatu turnamen, itu-itu mulu yang menang. Wah… semoga nggak ditimpukin orang china…

Ngomong-ngomong soal Korea, saya pengeeeeen banget ke Korea. Berawal dari suka nonton drama Korea. Hihi… jadi pengeeeeeeeeeeeeeeeeen banget kesana. Make jaket penghilang dingin yang berbulu2… Nyicipin wisata kulinernya disana… Menikmati semuanya sambil jalan kaki atau naik bis… Banyak deh… Pokoknya pengen liburan kesana… Kalo bisa sih sebelum nikah…he..he… dan sama orang-orang yang nggak dikenal…

Pokoknya saya lagi seneng banget sama:
• Film korea
• Lagu-lagu korea
• Tempat-tempat korea
• Makanan Korea (Baru ngeliat sih… belum pernah nyicipin)
• Orang-orang Korea… hihi..

Udah ah… nggak bisa ngembangin tulisan lagi nih…

3 Minggu Terakhir Kuliah

Masih tersisa rasa pegal-pegal dari olahraga pagi kemarin. Ketahuan saya nggak pernah olahraga… Hari ini sepertinya ada yang harus saya lakukan. Yah, harus kuliah pagi ini. Rasanya sudah sekian lama nggak kuliah.. he.. Libur kelamaan membuat saya terkaget-kaget waktu bangun tidur. Merasa ada yang aneh yang harus dilakukan pagi ini. Kuliah.

Kuliah yang masuk kelasnya tinggal 3 minggu lagi. Rasanya waktu ini berjalan semakin cepat saja. Dan kita tak bisa berbuat apa-apa selain memanfaatkannya. Dan dunia setelah kuliah ini adalah berangkat pagi-pagi dan pulang sangat sore dari hari senin sampai jumat. Kerja. Kerja. Dan kerja.

Pernah suatu masa saya menyesal masuk ke STAN. Membayangkan nanti akan ditempatkan dimana, bagaimana kalau saya harus hidup selamanya dengan bertemu orang tua hanya pada saat lebaran tiba. Akan sangat-sangat sedih. Tetapi, yah inilah jalan yang saya pilih sendiri. Diijinkan oleh ayah dan ibu saya. Dan Tuhanpun mengabulkannya.

Jika saja, kali ini boleh memakai kata “seandainya”. Seandainya saja dulu saya berpikir untuk tidak masuk ke sekolah kedinasan. Mungkin saya tak harus jauh dari mereka. Saya jadi mengkhayalkan (inilah hobi saya…), hidup dirumah bersama orang tua, hidup dengan berbisnis, membuat kue-kue kecil, dan akhirnya saya menjadi pengusaha rumahan. Mungkin akan lebih menyenangkan.

Ah… tapi sudahlah. Jalan yang dibuatkan untuk saya memang ini. Tak ada yang perlu disesali. Jalani sajalah, entah bagaimana keputusan selanjutnya nanti. Yang pasti, sekarang hanya ingin berdoa saja, semoga keberuntungan berpihak pada saya. Tak ingin jauh-jauh dari orang tua. Karena saya sangat ingin merawatnya di usia senja.

Allahu Rabbi… Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku di waktu kecil… sampai sekarang dan pasti selamanya…

Ku Pinjam Bayangan Senyummu

Mungkin ini akan sedikit aneh… Tetapi, apa kau tau obat kesepian dan merindukan seseorang?? Mungkin resep anehku ini bisa dicoba. Mengkhayal… Lucu?? Mungkin. Tetapi untukku, ini sangat membantu…

Sesuatu yang tak bisa kulakukan di dunia nyata, ku khayalkan saja. Coba aku seperti ini, atau coba aku seperti itu. Coba aku menjadi orang seperti ini. Atau coba aku menjadi orang seperti itu. Terlalu banyak bermimpikah?? Terserah juga lah. Bukankah kita boleh bermimpi sesuka kita. Siapa tau Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu, kata Andrea Hirata.

Tetapi, mungkin ada yang bilang, kalau kita bermimpi ya harus diikuti dengan hal-hal yang dapat kita lakukan untuk meraih mimpi-mimpi itu. Aku? Tidak. Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya menikmati mimpi itu. Biarlah itu hanya akan menjadi mimpiku setiap hari. Atau mungkin akan kupakai suatu hari nanti. Siapa tau?? Tapi, tidak sekarang… Nanti?? Entah..

Jujur saja, dengan mengkhayal membuatku sedikit lebih bahagia. Tentu saja, tetap harus kembali ke realita, dan bedakanlah khayalan dengan kenyataan. Tetapi, tersenyum-senyum sendiri ternyata bisa merubah sedikit suasana hati. Menjadi lebih berbahagia dan bersemangat. It works to me… You??

Dan engkau masih menjadi khayalan terindahku. Meski senyummu hanya sebentar lewat dibayanganku, rasanya sudah cukup. Cukup untuk membuatku beranjak menatap cermin. Menarik bibirku sedikit. Membuat senyum termanis. Dan melangkah penuh semangat kemudian…

Kupinjam bayangan senyummu selama ku perlu…

No Pain, Full Gain

Apakah aku sedang bosan-bosannya belakangan ini? Atau mungkin ide di kepalaku ini sedang lancar-lancarnya? Kurasa bukan yang kedua… Aku hanya spontan menggerakkan jari-jariku ini, dan menulis apapun yang kurasakan. Kalau hasilnya seperti diary ya biarlah. Toh aku tidak berbakat membuat puisi atau berfilosofi. Jadi, ya biarlah menjadi seperti ini…

Kalau nanti dianggap hanya tulisan sampah, ya biar sajalah. Mungkin sedikit benar adanya. Yang penting sampah itu sudah keluar dari hatiku dan pikiranku dan berpindah kesini. Yang nggak suka ya nggak usah baca…

Sekarang, aku hanya ingin mencari sesuatu yang menguntungkan. Kenapa?? Karena aku merasa sudah terlalu banyak merugi. Aku ingin menjadi tegas, tak mau lagi ikut-ikutan. Karena hasil dari ikut-ikutan itu tak lebih dari sekedar penyesalan. Yah, cukuplah menjadi follower, dan sekarang aku mau melakukan apa-apa semauku sendiri. Asal kuanggap itu menguntungkan buatku, akan kulakukan. Keuntungan bukan sekedar materi. Keuntungan yang paling besar dan mahal didunia ini adalah kebahagiaan.

Teman? Tak ada yang selamanya abadi. Dan tak ada yang selamanya disisi kita. Untuk orang-orang yang tak mau percaya terserah juga sih. Aku juga tidak akan memaksa. Aku hanya merasa, ketika dia menguntungkan, bolehlah kau jadikan teman. Tetapi, ketika tidak tinggalkan dan lupakan.

Aku juga tak tau apakah ini terlalu kejam. Tetapi, jangan dibayangkan keuntungan itu hanya pada saat kau berbahagia dan bersenang-senang dengannya. Aku merasa, ketika ia menangis di depanku, itu juga menguntungkan, karena ia menghargaiku sebagai seorang teman…
Kalau tentang kau hari ini, maaf, karena tadi malam dan mungkin setiap malam aku meminjam senyummu. Karena dengan itu, aku bisa tertidur dengan tersenyum. Dan juga menulis ini dengan tersenyum…

Will U Miss Me??? (a Stupid Question)

Apa kabarmu hari ini? Mungkin saja kau pergi ke kampus hari ini… Tapi aku tidak, menganggur di kosan. Walaupun aku benci, aku coba akan menikmati. Karena aku tau, suatu saat aku pasti akan merindukan tempat ini. Dan, aku juga pasti akan merindukanmu…

Hmm… membayangkan apa yang akan terjadi mulai sekitar tahun depan. Mungkin kita hanya akan bertemu saat lebaran tiba. Itupun jika bisa, aku akan sangat bersyukur.

Atau mungkin, Tuhan akan menganugerahiku lebih banyak. Kalau aku bisa penempatan deket rumah, mungkin aku akan bisa melihatmu setiap kali kau pulang. Sebenarnya tujuanku memohon itu bukan kau. Aku hanya memikirkan diriku sendiri. Keluarga adalah hal yang paling luar biasa yang aku punya di dunia ini. Kalau saja nanti, aku bisa penempatan deket rumah, aku akan mengorbankan apa saja. Termasuk orang yang aku cintai. Aku akan rela menikah dengan siapapun asal aku bisa dekat dengan mereka, sekalipun aku tidak mencintainya sama sekali sebelumnya. Karena cinta keluargaku, tak akan ada satupun yang bisa menandingi.

Sedikit agak menyesal sekarang, tapi sudahlah, apa gunanya menyesal. Toh, aku sudah memilih jalan ini, dan Tuhan sudah merestuinya. Buktinya, DIA mengijinkanku melaluinya.

Kembali lagi padamu. Setiap kali mau tidur, aku selalu menyelipkanmu dalam doa. Semoga esok hari aku bisa menemuimu, atau paling tidak bisa melihatmu. Entah hanya melihatmu membetulkan sepatu di pojok gedung. Atau melihatmu dengan jelas tanpa kau tahu melalui kaca jendela ruang kuliahku. Aku kuliah tinggal sebulan lagi. Aku pasti akan merindukan saat-saat itu. Rasanya kurang sopan mengatakan ini, tapi, apa kau juga akan merindukanku?