Selasa, 01 Juni 2010

Masa Kecil, Masa Yang Indah (Halah...)

Kesempatan Seperti Ini Tak Akan Bisa Dibeli…

Bersamamu Kuhabiskan Waktu…

Senang Bisa Mengenal Dirimu…

Rasanya Semua Begitu Sempurna…

Sayang Untuk Mengakhirinya…

(Ipang-Sahabat Kecil #nowplaying)

Saat mendengar lagu ini, selalu rindu pada sahabat kecilku. Sekelompok anak kecil yang hampir setiap hari bermain bersama. Petak umpet, rumah-rumahan dari tanah, masak-memasak, gundu, congklak, monopoli, kartu, dan banyak lagi. Kemudian kami membeli es lilin bersama, memakannya diteras rumah salah satu dari kami. Atau terkadang, di teras rumah orang.

Sekarang, kami sudah bukan anak kecil lagi. Mereka dan aku mengejar mimpi masing-masing. Tak mesti setiap pulang kampung kami bisa bertemu. Bahkan saat aku dirumah, aku juga sering merasa kesepian.

Halaman sekaligus jalan kecil samping rumah tak banyak berubah. Kecuali pohon jambu yang sudah ditebang karena banyak ulatnya. Rasanya masih bisa terdengar tawa riang kita setiap kali aku memandangnya.

Setiap kali mengenangnya juga terasa lucu. Ah… Aku rindu tawa riang kita… Aku rindu asyiknya saat kita berlarian… Aku rindu makan es lilin bersama… bahkan, aku rindu ketika dimarahi bersama… Aku rindu kalian…

Yes, I'm Angry

Hujan datang tak beraturan malam ini. Berhenti kemudian datang lagi. Begitu berkali-kali. Akhir-akhir ini, saya lebih betah sendiri. Mengunci pintu kamar, lalu menyalakan mp3 atau menonton film.

Ingin tau apa sebabnya? Ya, jujur saja, karena saya memang sedang marah. Marah karena sudah bosan dinomorduakan. Oleh kalian teman-teman.

Inilah klimaksnya. Selama ini, saya selalu mencoba paham akan semuanya. Mentoleransi berkali-kali. Menebalkan kesabaran sedikit lagi. Tetapi kali ini, mungkin kesabaran saya memang susah dicari.

Baiklah, inilah saya yang melebih-lebihkan keadaan… Tetapi…
Memang terasa menyakitkan untukku ketika kalian pergi tanpa aku, sementara aku sedang merasa sangat kesepian…

Memang terasa menyakitkan untukku ketika kalian melupakan aku, tidak mengingatku sama sekali…

Memang terasa menyakitkan untukku ketika dengan serunya kalian memperbincangkan sesuatu yang aku benar-benar tak tau… Dan ini terjadi berkali-kali…

Memang terasa menyakitkan untukku ketika kalian mengiyakan aku untuk ikut hanya setelah aku bertanya, setelah aku meminta… Bahkan terkadang setelah aku bertanyapun kalian juga tak berinisiatif mengajakku…

Memang terasa menyakitkan untukku… Dan aku sudah berusaha keras untuk tetap seperti biasa… Tetapi, untuk sementara ini aku tidak bisa…

Aku sedang sangat nyaman melakukan apa-apa sendiri… bahkan terkadang merasa terganggu dengan keberadaan kalian… Entah terlalu sering atau bagaimana, tetapi sekarang kesendirian ini benar-benar membuatku nyaman…

Sangat… Sangat nyaman…

Dua Sisi Yang Selalu Berbeda (Selamat Ujian...)

Hai… Selamat Malam…

Kayaknya besok ada yang ujian nih. Yee… Belajar yang rajin yee… Biar IPnya nggak dua koma lagi. He…he… Piss Man!!! Iya sih, pasti kamu sekarang lagi ngubek-ngubek foto kopian, modul, buku-buku, dll. Tenang-tenang seminggu lagi saya akan ikut ujian koq… Btw, besok jadwalmu apa sih? Ya sudahlah, apapun jadwalnya, yang penting minumnya es jeruk… Halah… Yang penting belajar maksud saya…

Ok… Kuliah dikelas tinggal seminggu lagi. Setelah itu, saya akan ujian dan wira-wiri. Jujur saja, meskipun saya orangnya suka nggak betah dikelas, ngantuk, dsb tapi saya sedih banget. Sedih sekaligus seneng. Ah… Perasaan paling membingungkan ini selalu ada. Kaya koin aja, nggak pernah punya satu sisi. Harus dua.

Tapi, baiklah, apapun jalannya akan saya nikmati dan melakukan dengan sebaik-baiknya. Meski masih juga mengandalkan “The Power Of ‘Kepepet’”. Baiklah, nanti akan dicoba sedikit demi sedikit dihilangkan sifat seorang “deadliner akut” yang masih menempel dalam diri saya ini. Dicoba.

Andaikan aja koin cuma punya satu sisi (mulai lagi nih…). Tetapi, malam tak bernama “malam” bila tak ada siang. Putih tak bernama “putih” bila tak ada hitam. Dan bahagia tak bernama “bahagia” bila tak ada sedih. Dan perempuan tak bernama “perempuan” jika tak ada laki-laki. Apa gunanya memberi nama berbeda pada sesuatu yang tak berbeda.

Baiklah… Saya mau kerja kelompok sambil minta pilem dulu ye… Selamat belajar… Walaupun tak berharap terlalu banyak, tetapi… Semoga besok aku bertemu denganmu… Rindu…

Sabtu, 29 Mei 2010

Karena Cinta Tersirat Bukan Tersurat

Karna Cinta Tersirat Bukan Tersurat.

Satu kalimat yang termuat dalam lirik lagunya Zigaz-Sahabat Jadi Cinta. Mendengar lagu ini semalam membuat saya sedikit tercenung. Padahal, saya cukup sering mendengarkan lagu ini. Tetapi, kenapa tercenungnya baru semalam? Entahlah. Hmm… Ya, cinta memang tersirat, dan tidak terlalu penting untuk di-surat-kan. Paling tidak, itu pendapat saya.

Tidak terlalu penting, juga bukan berarti tidak sama sekali. Karena saya sebagai seorang wanita (entah bagaimana wanita pada umumnya), juga tak berani menebak-nebak apa makna suratan dari sebuah siratan. Takut salah. Takut kecewa. Takut berharap lebih. Takut sakit hati. Karena itulah, jangan menyiratkan apa-apa yang berpotensi untuk kami salah suratkan (???). (request pribadi bagi para kaum laki-laki…he..he..)

Saya tidak tau kriteria apa yang menyebabkan bahwa yang tersurat itu adalah cinta. Apa bisa disebut cinta, jika seseorang menatap kita dengan tidak biasa? Apa bisa disebut cinta, jika seseorang meminta kita untuk membersamainya di setiap ada kesempatan? Apa disebut cinta, jika kita sangat bahagia ketika dibuat tertawa oleh seseorang? Apa disebut cinta, jika seseorang muncul dalam inbox kita, menyebutkan sifat-sifat kita, dan kemudian kalimat berikutnya adalah “aku suka itu”? Apa disebut cinta, ketika kita mulai merindukan yang dulu pernah ada? Apa disebut cinta, ketika kita mulai menyesal menyia-nyiakan perhatian, dan sekarang berharap semuanya kembali?

Sekali lagi, saya memang tak berani mendefinisikan bahwa yang tersirat itu cinta, tanpa suatu ungkapan yang tersurat. Tetapi, apa yang tersurat hanya dirasakan singkat, dan kebahagiaannya pun hanya sesingkat itu. Apa yang tersirat akan lebih bisa dikenang, lebih bisa memberi kebahagiaan, dan akan lebih berarti. Setidaknya itu menurut saya.

Saya lebih menyukai sebentuk perhatian, seringnya bercandaan dan obrolan singkat yang santai, juga kebersamaan. Dari pada sebuah kalimat “aku mencintaimu”. Meski terkadang, mengatakannya sekali-kali juga perlu…

The Power Of "Kepepet"

The power of “kepepet”.

Hm… pertama kali mendengar kata-kata ini lucu juga. Saya pertama kali mendengarnya dari temen sekelas ketika membicarakan tentang outline laporan PKL. Ada yang mengeluh tentang susahnya sebuah bidang/tema. Lalu teman saya yang satu itu pun menjawab “kalau ada the power of ‘kepepet’, ntar juga bisa.

Bener juga sih. Meskipun selama ini tidak mengistilahkan seperti itu, tapi inilah yang menjadi prinsip saya dalam mengerjakan sesuatu. Saya adalah seorang “deadliner”, dan bukan tipe orang yang mengerjakan sesuatu dengan cara mencicil. Karena detik-detik menjelang deadline itulah, inspirasi sedang lancar-lancarnya datang. He..he… Sebenarnya ini sifat buruk, jadi tolong jangan ditiru ya…

Dan kali ini pun saya membuktikan the power of “kepepet” itu lagi. Baru dapet jarkom tadi malam, bahwa hari ini ada kumpul kelompok dosbing dan diharapkan menyerahkan 2 judul laporan. Memang bukan sebuah hal yang penting sih, cuman baru ngumpul bareng temen-temen ini. Tetapi untuk sebuah judul, jujur saja belum terpikirkan, masih sebatas hanya bayangan.

Tadi malam sungguh malas rasanya untuk menyalakan laptop, membaca kembali contoh laporan, mereka-reka judul, atau mencari inspirasi baru. Tetapi subuh tadi, seakan-akan mendapat sebuah kekuatan yang luar biasa. Dengan membaca referensi-referensi baru dan mereka-rekanya saya menemukan 2 judul dalam waktu yang cukup singkat.
Ketika dalam keadaan terdesak seseorang akan berpikir lebih keras dan kreatif. Ternyata… the power of “kepepet” ini masih bisa diandalkan…he..he…

And now... It's Everything about Love

And now… It’s everything about love. Love between the parents and their son/daughter. Love between the sisters or brothers. Love between a friend to another. And I just want to write about Love between us, you and me…

Libur hari ini membuat saya sedikit… lebih tepatnya sangat… kecewa. Maybe, now you’re sitting there, behind the mirror, as usual you do every Wednesday. And I usually can see u from my classroom. But, today is really unusual. And I really hate my unusual holiday.

Dasar orang aneh. Siapakah yang lebih aneh diantara kita berdua? To like (is it just like or love?) you like this, aku butuh waktu yang sangat lama. Kenapa nggak dari dulu. Paling nggak, dari pertama kali kita kenal. Aku tau kamu sejak 5 taon yang lalu. Oke, waktu itu aku tau namamu doank, dan kita tetanggaan kelas pas SMA. That’s it. 1 tahun berlalu masa kuliahku dengan lumayan damai. Menginjak tahun kedua, aku tahu kau menyusul kesini, dan jadi adik tingkatku. Dan tak lama setelah itu kita kenal.

Cara kenalan yang juga aneh. Jelas-jelas kau dan aku ada disitu. Kenapa kau masih bertanya pada temanku? Parahnya lagi, nanyanya di depanku dan kedengeran aku pula. Dung…dung… dung… I don’t know what to do. But, that day, I still didn’t have any special feeling at all, until a year later…

Aku benci kau saat memandangku dengan cara yang sedikit aneh, saat tanganmu berpura-pura berniat merangkulku, saat kau memintaku untuk bersedia kau bonceng dengan alasan gak bisa bawa buku sebanyak itu sendirian (dan aku memang tetap tak mau)…

Aku benci kau, saat membantuku pada persiapan suatu acara, saat jemari kita nyaris saja bersentuhan, saat duduk berdampingan di meja registrasi, saat tangan kita kembali hampir bersentuhan untuk menahan spidol yang hampir jatuh…

Aku benci kau, saat kau meminta maaf padaku via sms malam itu. Jujur aku memang merasa sedikit aneh dengan perlakuanmu, tapi aku benar-benar masih biasa saja. Tetapi, setelah meminta maaf, justru kau memunculkan kata-kata aneh dalam inbokku yang membuatku tak bisa tidur sampai pagi…

Aku masih membencimu, meski kali ini dengan tersenyum, saat kata-kata aneh kembali meluncur dari mulutmu di malam ulang tahunku. Bukan. Sama sekali bukan tentang ulang tahunku. Bahkan kau tak tahu kalau malam itu malam ulang tahunku…

Aku masih membencimu, ketika aku tak membalas smsmu pada hari itu. Saat aku menerimanya, kulempar handphone lalu kututup mukaku dengan bantal. Dan tidur kemudian…
Dan, entah kapan awalnya, aku mulai merindukannya…

Aku merindukan saat-saat yang kubenci itu, yang juga membuatku tertawa.

Aku merindukan saat-saat tak terduga ketika namamu tiba-tiba muncul dalam inbokku. Jika itu terjadi sekarang, aku pasti akan membalasnya.

Aku merindukan duduk disampingmu, berjalan sejajar denganmu, juga kata-kata aneh yang keluar dari mulutmu.

Aku merindukan smsmu yang kuhapus dari inbokku dengan sangat emosional.

Aku merindukan semuanya sekarang. Benar-benar orang yang aneh…

Aku merindukan semua yang seakan sudah menghilang, paling nggak sudah sangat jarang terjadi. Entah karena dulu kau memang sedang bercanda lalu aku menganggapnya terlalu istimewa, atau memang karena kau jenuh karena aku terkesan tak terlalu menanggapi. Entahlah. Aku bosan untuk menebak-nebak apa jawabannya.

Cara yang paling mudah untuk membuat seseorang menyukaimu adalah dengan membuatnya tertawa. Itulah yang kau perbuat padaku. Itulah kesalahan terbesarmu yang kau perbuat kepadaku…

Hubungan Nasi Dengan Bubur

Nasi sudah menjadi bubur.

Apakah hubungan nasi dengan bubur? Tentu saja hubungan nasi dengan bubur adalah bubur berasal dari nasi. Eh, nggak juga ya… Bubur itu berasal dari beras dan bukan dari nasi. Itu juga kalo bubur beras, kalo bubur kacang ijo ya isinya adalah kacang ijo, kalo bubur ayam ya bubur yang ada ayamnya (???). Gara-gara nulis hubungan dunia dengan daun kelor kemarin, aku jadi suka menghubung-hubungkan sesuatu. Baiklah, karena orang-orang sudah familiar dengan kalimat “nasi sudah menjadi bubur”, mari kita bahas kalimat itu saja. (Apanya yang mau dibahas coba??).

Ketika nasi sudah menjadi bubur, ya nggak akan pernah balik jadi nasi lagi. Karena itu, sebelum menjadikannya bubur, berpikirlah ulang, ini enaknya mau dibikin nasi atau mau dibikin bubur. Ya tergantung selera sih, yang suka nasi ya nasi, yang suka bubur ya bubur (???). Makanya kalo masak, ati-ati airnya jangan kebanyakan, ntar niatnya mau bikin nasi malah jadi bubur lagi. Ok – ok, ehm…

Ketika nasi sudah menjadi bubur, karena airnya kebanyakan, mungkin kita akan menyesal. Tapi, ya nggak usah nyesel kelamaan lah, kan masih bisa ditambahin ayam, ditambahin kecap, ditambahin kerupuk, dan pernak-pernik lainnya, sehingga menjadi bubur ayam. Banyak juga orang yang suka bubur ayam kan. Apalagi buat sarapan pagi.

Nah, itulah salah satu contoh bahwa sebuah penyesalan, akan berbuah manis jika kita kreatif dan mampu mensiasatinya (walah… kalimat apa lagi ini???). Nasi memang sudah menjadi bubur. Dan ketika sudah menjadi bubur, nggak akan pernah bisa balik jadi nasi Tapi, kalo jadi bubur ayam yang enak apa salahnya, ya kan?

Kalo udah jadi bubur ayam ternyata masih nggak suka juga, ya masaklah nasi lagi. Kali ini masaknya yang ati-ati. Tadi kan udah tau klo airnya segitu kebanyakan. Nah, airnya dikurangin, jangan segitu lagi. Intinya, belajarlah dari kesalahan. Dan jangan melakukan kesalahan yang sama, sebisa mungkin. Bukankah pengalaman adalah guru yang paling baik???
Maaf ya, karena kali ini saya sok bijak… hahaha…